Angin terasa sejuk malam itu. Berembus lirih namun mampu mengibarkan helai-helai rambut sepanjang punggung. Rambut yang berwarna hitam pekat, menyatu dengan gelapnya malam hari itu.
Ia
berdiri memandang langit, berharap ada bintang jatuh. Doanya hanya satu, ia
ingin diberi keberanian sekali saja dalam hidupnya. Walau hanya beberapa detik ia ingin merasakan keberanian. Entah berapa banyak hal yang ia sia-siakan, pun
kepedihan yang terpaksa ia rasakan, akibat dari keberanian yang tidak ia
miliki.
Ia
masih berdiri tegak, sedikit mendongak ke arah langit, tatapannya nanar namun
bola matanya bergerak lambat mengamati pergerakan bintang. Tak kunjung ada yang
jatuh.
Tak seperti
biasanya malam itu gemerlap lampu ibu kota seolah sedang tertelan, langit
terlihat sangat kelam, menampakkan bintang-bintang dengan begitu jelasnya. Bising
suara klakson dan mesin kendaraan pun tidak banyak terdengar seolah mendukung suasana
sendu malam itu.
Setelah
beberapa waktu bola matanya bergerilya mencari bintang jatuh, sekelebat di arah
timur laut dari pandangannya bintang dengan cahaya redup terlihat bergerak
hingga kemudian turun cepat menyisakan kilatan kemudian menghilang di cakrawala.
Akhirnya ada satu bintang jatuh yang terlihat. Segera ia ucapkan doa yang
sangat ingin dipanjatkannya. “ya Tuhan beri aku keberanian” ucapnya dengan sangat
yakin namun pelan.
Seketika
itu bak doa seorang mulia, doanya seperti langsung dikabulkan. Tubuhnya yang
masih berdiri di tempat yang sama seperti ada energi ringan yang mengalir, tubuhnya
yang semula kedinginan lalu perlahan terasa hangat, kemudian menjadi bersemangat,
jantungnya berdetak lebih tenang namun hatinya mantap. “oh ini rasanya
keberanian” batinnya. Perasaan yang mengikuti setelahnya adalah haru dan suka
cita, ia begitu senang keinginannya terkabul. Akhirnya untuk pertama kali dalam
usianya ia merasakan keberanian.
Dengan mantap ia langkahkan kakinya maju, pelan tapi pasti.
Satu langkah,
dua langkah, semakin mendekati tepi,
hingga langkah ketiga kedua telapak kakinya sudah
berada di bibir lantai loteng tanpa pembatas. Tinggal satu langkah lagi ia
berhasil membuktikan bahwa dalam hidupnya dirinya pernah memiliki keberanian.
Satu
langkah terakhir dengan mantap ia lakukan.
.
.
.
Halaman
gedung setinggi 18 lantai yang beraspal mendadak ramai dikerumuni orang, beberapa
teriak histeris, beberapa berusaha mencari pertolongan, dan sebagian besar
lainnya sengaja saling berdesak untuk mendekati sumber kerumunan, walau di
dekat kaki-kaki mereka terdapat cairan merah pekat yang terus mengalir.
Jakarta,
01 Januari 2023