Malam semakin larut,
pukul 21.00WIB kiranya aku sampai Yogyakarta setelah menempuh perjalanan hampir
4 jam dari Semarang karena urusan organisasi. Sungguh melelahkan, ditambah lagi
dengan harus berlapang dada menjadi penumpang Bus terakhir, sehingga harus
duduk di kursi paling belakang yang sebenarnya bagian mesin yang ditutupi busa
tipis. Panas pantat dan hampir muntah rasanya duduk tanpa senderan kepala. Bis Ramayana
jurusan Semarang-Yogyakarta pemberangkatan terakhir akhirnya tiba di terminal
Jombor.
Sempat
bingung harus naik apa, kepala pusing sehingga aku malas naik trans Jogja,
teman pun semua pergi dengan kesibukannya masing-masing. Maklum malam minggu.
Turun dari bus aku disambut dengan seorang Bapak yang menawarkan jasa ojek,
setelah melakukan negosiasi beberapa kali, dan setelah menimbang-nimbang alasan
di atas akhirnya ku putuskan naik ojek ke jalan kaliurang dengan membayar
ongkos Rp. 30.000.
AB29X8NU, kendaraan roda dua itu perlahan membawaku
meninggalkan terminal bus Jombor. Di jalan, pertama kali Bapak itu menanyakan
aku kuliah dimana dan fakultas apa. Fakultas? Aku sempat bingung menjawabnya,
mungkin yang dimaksud jurusan, dengan mengambil kesimpulan sendiri bahwa
mungkin Bapak itu tidak mengerti beda fakultas dan jurusan maka akhirnya ku
sebutkan nama universitasku dan jurusanku. “UII, Teknik Kimia pak”. kami lanjut
ngobrol, awalnya membahas mengenai kuliah ku “kenapa kuliah di UII mbak? Gak di
UGM?” haha.. Pertanyaan lucu, jawaban umumnya pasti karena tidak diterima di
UGM. Tapi jawaban pribadiku sedikit berbeda, “iya pak, saya gak ndaftar di UGM, daftar pun palingan gak keterima.hehe”.
”wah mbak pesimis dulu,
harusnya tetap dicoba mbak”.
”enggak sih pak, dulu
jurusan dan universitas yang saya pengen bukan di UGM, tapi di Bogor, tapi saya
gak keterima waktu snmptn, jadi saya disuruh kuliah di Jogja sama Bapak dengan
jurusan teknik kimia, saya turuti saja dan saya pilih UII.”
“oh, semester berapa
mbak?”
“4 pak,”
“4 mau ke lima ya?”
“iya pak”
“anak saya sekarang
semester 5 mbak”
“oh gak jauh beda sama
saya dong pak” dalam hati saya berpikir, hebat juga Bapak ini anaknya kuliah,
melihat dari profesinya.
“mbak SPPnya berapa?
Sistem paket atau sks?”
Wah Bapak ini ternyata
mengerti tentang adanya sistem paket dan sks. “sistem sks pak, ya kurang lebih
sekian pak (menyebutkan sejumlah nominal) pak”
“oh lumayan ya mbak,
anak saya yang perempuan sih 2,5juta, itupun saya sudah merasa berat.”
“emang anak Bapak
kuliah dimana? Jurusan apa pak?”
“farmasi UGM mbak” jleb, keren juga, ternyata Bapak ini punya seorang anak cerdas, batinku.
“wah keren itu pak
masuk UGM, kan susah masuk situ”
“iya mbak, dia lewat
jaur undangan”
“oh..”
Setelah
itu kami banyak berbincang-bincang mengenai dunia perkuliahan, kagumku semakin
bertambah kala Bapak ini cerita dia juga punya seorang anak lagi, anak
sulungnya, lelaki dan berkuliah di ITB Bandung.
“dia dari SMP sudah
dapat hadiah motor dari kepala sekolahnya, karena dapat nilai tertinggi, SMA
naik kelas tiga sudah diikutin ujian ke Bandung, eh lolos, jadi dikirim kesana,
SMAnya cuma 2tahun. Sekarang dia di Bandung sudah mau lulus Mei 2013 ini,
kuliahnya dapet beasiswa dari Sampoerna mbak”
WOW! Rasa kagumku tak
tertahankan. “luar biasa pak, Bapak berarti sudah berhasil mendidik dan
membesarkan anak-anak Bapak”
“saya cuma membesarkan
sebagaimana mestinya mbak, dulu saya
tidak bisa sekolah, saya sekolah hanya sampai kelas 3 SD, setiap hari
saya menangis kepada orang tua saya minta di sekolahkan, tapi jawaban beliau
hanya ‘”yang bisa sekolah itu hanya anak pak lurah, kamu asal bisa macul aja sudah bisa makan kenyang”’ ada
rasa sakit di hati saya mbak, sejak saat itu saya bersumpah pada diri saya
sendiri, bahwa saya boleh tidak bisa sekolah, tapi anak-anak saya harus pintar
dan sekolah setinggi-tingginya. Ya alhamdulillah
sekarang saya punya anak cuma dua, dan keduanya membanggakan bagi saya mbak”
Bapak
ini sangat mengispirasi bagi saya, bagaimana tidak, bermula dari dendam
terhadap keadaan. Dia bersumpah, dan sekarang sumpah itu hampir menjadi
kenyataan.
Rute
perjalanan sudah ditempuh lebih dari setengahnya. Kendaraan membawaku berbelok
ke jalan raya jalan Kaliurang. Karena saking asyiknya bercerita, hampir saja
kami menyenggol mobil Honda keluaran terbaru. “mbak kalo liat mobil bagus-bagus
gitu pengen punya gak mbak?”
“pengen lah pak pasti”
“kalo gitu belajar yang
bener di Jogja ini, fokus kuliahnya, biar minimal bisa beli mobil yang kayak
gitu”
Perbincangan
terus berlanjut, terlebih saat Bapak itu mengetahui saya orang Tangerang dan
dua bersaudara. Kami pun merasa punya beberapa kemiripan, Bapak itu juga pernah
tinggal di Tangerang untuk bekerja dan juga punya dua anak.
“anak saya yang
perempuan namanya Cantik mbak, wajahnya sih.. yaa cantik itu kan relatif ya.
Kakaknya namanya Rizki, Kiki. Gimana ya, mbak gak akan nyangka itu anak saya,
dia mirip ibunya. Saya berani jamin deh 75% mbak akan naksir kalo liat anak
sulung saya. Hehe... anak pak lurah saja dibuat kesemsem berat sama dia. Badannya bagus dan hidungnya mancung, yang
lebih saya suka dia boso (=hormat)
kalo sama orang tua, siapapun. Tapi sayang mbak, dia sudah berjanji dihadapan
saya, omnya dan pakdenya bahwa tidak akan menikah sebelum dia lulus S3, saya
sih mendukung aja, toh itu baik, buat dia jadi fokus”.
Kagum,
kagum, kagum. Kagum semakin berlipat-lipat rasanya sedari tadi aku mendengar
cerita Bapak ini. Bapak ini juga bercerita, bahwa dulu dia pernah bekerja di
Tangerang dan uang hasil jerih payah kerjanya diinvestasikan menjadi Hotel di
jalanan kaliurang. Namun sayang, bencana gunung Merapi 2010 meratakan bangunan
Hotel yang baru beroperasi 6 bulan itu. Tidak hanya itu, bencana gunung merapi
juga menewaskan 5 saudara kandungnya, dan 8 keponakannya. Kini tersisa 8
keponakannya yang lain yang telah yatim piatu, dan semenjak tragedi gunung
meletus itu 8 keponakannya diasuh olehnya “alhamdulillah hotel saya rata dengan
tanah mbak, gak pa-pa wong itu kan cuma
titipan. Saya malah bersyukur kehilangan hotel dapat ganti 8 anak yang
baik-baik”
Bapak
ini menunjukkan bagaimana ketabahan hati yang luar biasa, dapat berbesar hati
dengan musibah yang diterima, dan justru dapat menghasilkan energi yang menjadikan
kekuatan untuk diri dan sekitarnya.
Akhir
perjalanan, Bapak luar biasa ini menurunkan ku tepat di depan kosku, dengan
tersenyum ku sampaikan “terima kasih pak, terima kasih sudah bercerita yang sangat
menginspirasiku “
“ok mbak, jangan lupa
belajar yang rajin”
Kemudian Bapak itu
berlalu, memasukkan gigi motor dengan sendal jepit yang dikenakannya.
Yogyakarta, 04
Mei 2013
No comments:
Post a Comment